Cerita Timor-Leste yang Berjuang Menguasai Sendiri Gas dan MinyaknyaHerdaru Purnomo - detikfinance
Selasa, 27/11/2012 14:15 WIB
Jakarta - Masih ingat dengan Timor Timur? Salah satu bagian dari NKRI yang telah menjadi sebuah negara terpisah sejak 30 Agustus 1999 kini menjadi lebih mandiri.
Timor Timur yang kini telah berubah menjadi Timor-Leste tak bisa lagi dianggap remeh, apalagi dari sektor ekonominya.
Dalam sebuah tulisan advertorial yang 'nyangkut' di sebuah grup media Washington Post asal AS, Foreign Policy, terdapat artikel mengenai 'Timor-Leste Sekarang' atau 'Timor Leste Now'. Dalam artikel tersebut, Timor-Leste tengah berjuang untuk tak lagi ketergantungan terhadap negara tetangga khususnya Australia.
Dikutip detikFinance, Selasa (27/11/2012) dari artikel tersebut, pemerintah Timor-Leste menginginkan kekuasaan penuh untuk mengelola minyak, gas, mineral berikut kehutanan dan perikanan demi memajukan ekonominya. Dalam soal minyak, Timor-Leste harus berjuang ekstra keras 'merebut' kembali pengolahan minyak onshore yang masih dipegang oleh Australia.
"Sunrise adalah salah satu kesempatan kami untuk mengembangkan. Kita perlu melanjutkannya dengan hati-hati," kata National Authority Petroleum President Timor-Leste, Gualdino Da Silva dalam pernyataannya di Ibu Kota Negara Timor-Leste, Dili.
Greater Sunrise atau Sunrise sendiri adalah ladang gas dan minyak di Timor-Leste bagian timur. Sejak 1974, Australia dan Timor Timur ketika itu terus bergelut dengan kontroversi siapa yang mengelolanya. Hingga kini, campur tangan Australia masih ada bahkan peranannya besar mengurus ladang gas tersebut.
Bayangkan saja, yang dipertaruhkan adalah 9 triliun kaki kubik gas alam. Kini Timor-Leste telah menyatakan siap mengelolanya tanpa Australia.
Minyak dan gas adalah kunci ekonomi Timor-Leste, tak ayal konflik politik-pun banyak terjadi di negara tersebut jika menyangkut minyak dan gas. Timor-Leste sendiri membagi sumber daya alam menjadi 3 area, The Onshore Exclusive Area, The Offshore Timor-Leste Exclusive Area dan Offshore Joint Petroleum Development Area dimana ladang Bayu Undan dan Kitan ditemukan.
Ladang Bayu Undan memiliki 4 triliun kaki kubik dan potensi Ladang Kitan sendiri disinyalir mampu membawa Timor-Leste meraup keuntungan hingga US$ 20 miliar tak kurang dari 15 tahun.
"Keuntungan tersebut bisa dengan mudah bisa didapatkan apalagi bisa bertambah dua kali lipat dengan penambahan ladang Greater Sunrise," ungkap Sekretaris Negara untuk Sumber Daya Alam, Alfredo Pires.
Timor-Leste kini mengoptimalkan meraih banyak LNG dari Ladang Bayu Undan tersebut. Saat ini, gas yang telah diperoleh dari Bayu Undan langsung dibawa ke Australia untuk diproses. Australia mendapatkan banyak keuntungan dari proses tersebut.
Pejabat Timor-Leste ramai-ramai menyerukan LNG tak lagi disalurkan ke Australia namun diproses sendiri oleh dalam negeri. Sebuah institut Timor-Leste memberikan kajian, dengan membangun pabrik LNG maka Timor-Leste mampu mendapatkan US$ 1miliar lagi dan US$ 2,5 miliar dari FDI.
Di samping berjalannya kajian tersebut, para 'pemilik' Ladang Greater Sunrise yakni pemerintah Timor-Leste dan Australia baru-baru ini sepakat untuk bersama-sama meninjau kembali batas-batas bidang Greater Sunrise.
Di 2011, Timor-Leste mengatakan tidak akan menyetujui pembangunan yang tidak termasuk jaringan pipa ke Timor-Leste dan pabrik gas alam cair di pantai selatan. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Wakil Perdana Menteri Jos Guterres.
"Tidak ada pembenaran untuk Australia yang sudah mendapatkan keuntungan dari pipa gas, kemudian dibangun pipa baru lagi yang disalurkan kesana. Timor-Leste akan mengelola sendiri," katanya.
Di sisi lain, pemerintah Timor-Leste tetap berkomitmen penuh dalam hal keterbukaan akuntabilitas transparansi, dan pembangunan.
"Salah satu peran paling penting dari pemerintah Xanana Gusmao (Pemimpin Timor-Leste) adalah untuk melindungi dengan bijaksana mengelola sektor perminyakan dan terutama menguntungkan pemilik sumber daya, rakyat Timor-Leste," kata Menteri Sumber Daya Alam Agio Pereira.
"Transparansi dan akuntabilitas telah menjadi prioritas utama untuk memastikan sumber daya dan pendapatan dapat dipertanggungjawabkan dengan sebagaimana mestinya. Dan bahwa standar global good governance dipenuhi dan dilaksanakan oleh pemerintah," tutupnya.
Seperti diketahui, Greater Sunrise dikelola oleh Woodside, perusahaan Australia dimana memiliki 33% sahamnya di proyek tersebut. Woodside mengajak ConocoPhillips, Royal Duct Shell dan Osaka Gas. Namun saluran gasnya semua masuk ke Australia.
Kini Timor-Leste terus berjuang menasionalisasikan seluruh sumber daya alamnya. Ketika Indonesia sendiri tak bisa lepas dari asing untuk mengelola sumber daya alam, mengapa Timor-Leste sendiri bisa?
(dru/dnl)